Saturday, September 18, 2010

Disconnected From My Own Culture

Hey y'all!!

Akhirnya pecah telur juga. Kalau dipikir-pikir udah lama banget saya tidak menulis apa-apa di blog yang seharusnya saya jadikan ajang mencurahkan hati dan perasaan ini (does it mean I dont have feeling? Bisa jadi. Nyehehehehe). Postingan terakhir di blog ini ternyata adalah cerita pendek ketika saya baru menginjakkan kaki dua minggu di Sydney, ketika saya hanya seorang turis baru bahagia yang berpikir hidup sudah sempurna ketika ada kamera di tangan dan duit di dompet (yaiyalah). Tiga bulan kemudian, ternyata saya menjelma menjadi mahasiswa postgrad baru yang empot-empotan belajar sampai bela-belain nongkrong di perpus dari pagi demi mengejar deadline assignment yang tinggal dua hari lagi (emang kemaren-kemaren kemana aja? Jawabannya sederhana. Masih jadi turis :D)

Eniwei bukan itu yang mau ceritakan hari ini. Saya masih punya banyak waktu untuk mengeluh soal kuliah.

Saya mau bercerita tentang acara Pesta Kampung 2010 yang saya hadiri hari ini di Sydney Park. Pesta kampung adalah semacam acara gathering yang diselenggarakan oleh PPIA NSW untuk (khususnya) orang-orang Indo yang lagi bermukim di Sydney. Di pesta kampung tadi kita bisa melihat banyak hal, mulai dari stand makanan Indonesia (yang membuat saya cukup menggila dengan lompat dari stand satu ke stand lainnya. Adios body shape xp ), photo booth buat mereka yang ingin berfoto menggunakan kostum tradisional dari Indonesia, games khas Indonesia macam lomba makan kerupuk plus lomba balap karung dan tentu saja cultural performance (Nyanyi bisa dibilang cultural performance nggak ya? Bisa lah, apalagi kalau nyanyinya pake bahasa Indonesia. Cuma band yang perform di slot pagi kayaknya lebih memilih nyanyi lagu Barat daripada lagu Indonesia. Something that I considered weird. After all, this is an Indonesian festival. Harusnya mereka nyanyi lagu dangdut - yang walaupun mungkin kedengerannya tidak sekeren lagunya Maroon 5 - adalah "the music of my country")

Cultural performances yang ditunjukkan hari ini terbagi dalam beberapa segmen, namun yang paling menarik menurut hemat saya adalah tari Saman yang melibatkan 50 orang mahasiswa yang menari secara bersamaan. Tentu saja, besar sebagai orang Indonesia, ini bukanlah hari pertama saya melihat tari Saman secara langsung. Apalagi saya hidup dan besar di Aceh, tempat tarian Saman berasal, selama kurang lebih 13 tahun - adalah hal yang wajar ketika kemudian orang sering sekali beranggapan kalau saya bisa menarikan tarian tersebut.

Kenyataannya tidak. Saya tidak bisa menari Saman, tidak bisa menari Jawa. Saya tidak bisa berbicara bahasa Aceh (kata-kata dalam bahasa Aceh yang masih bisa saya ingat cuma kata-kata kasar), tidak bisa pula berbicara bahasa Jawa halus. Lagu daerah Aceh yang saya ingat cuma Bungong Jeumpa - itupun hanya beberapa baris awal saja. Saya nyaris buta tentang lagu Jawa dan cuma bisa bengong kalau disuruh nyinden. Kaset pertama yang saya beli ketika remaja adalah kaset Hanson dan lagu yang sedang saya dengarkan sekarang adalah lagu BigBang, boyband Korea yang saya sukai.

Saya ini siapa?

Tiba-tiba saja, di depan tari Saman yang sudah berkali-kali saya lihat itu, saya menyadari dengan pahit bahwa saya adalah seorang anak generasi Indonesia yang terputus dari budayanya sendiri. Ketika masih berada di tengah-tengah lingkungan orang Indonesia, kesadaran ini belum benar-benar menyeruak. Tapi sekarang, berada di antara orang-orang dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, mau tidak mau saya melihat kembali kebelakang - ke akar yang seharusnya saya miliki. Ke asal yang seharusnya saya kenali.

Sayangnya saya tidak punya apa-apa.

Saya masih ingat ketika saya masih duduk di bangku SMA dulu. Saya diberi kesempatan untuk mengikuti program pertukaran pelajar ke Australia (intermezzo: bukti bahwa orang yang bikin pepatah kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda tidak bohong. Walaupun saat itu saya tidak lolos sebagai salah satu peserta pertukaran pelajar, ternyata jalan saya untuk jadi pelajar di Australia terbuka lagi setelah.. ehm let me see, 8 tahun kemudian?) dan salah seorang guru saya bertanya apakah saya punya sesuatu berbau kebudayaan yang bisa saya tunjukkan? Tidak sampai setengah jam kemudian, guru saya melihat saya dengan tatapan hopeless. Saya tidak bisa apa-apa.

Saya tidak ingin bilang bahwa semua anak Indonesia sekarang ini tumbuh seperti saya. Masih banyak anak-anak yang tahu bagaimana caranya menari atau bernyanyi dengan kebudayaannya masing-masing. Tapi saya juga tidak yakin apakah saya adalah satu-satunya anak Indonesia yang tumbuh sambil terputus dengan kebudayaannya sendiri. Saya cuma takut bahwa akan makin banyak anak Indonesia yang fasih bernyanyi lagu Rihanna atau Justin Bieber tapi tidak tahu Cublak-Cublak Suweng itu lagu dari daerah mana.

Kalau sudah begitu apa kita masih punya hak untuk marah ketika budaya kita dirampas?



Owkay. Too serious.

Thursday, June 24, 2010

Two Weeks In Sydney

What can I say about this new town I'm about to live in for the next 1.5 years?

Pertama, mungkin karena baru dua minggu, saya masih berasa belum akrab dengan lingkungan sekitar. Masih berasa gugup ketika berbicara dengan bahasa Inggris (bahasa yang saya pikir sudah saya kuasai sedikit tapi ternyata masih membuat lidah pegal setelah berbicara seharian), masih berasa seperti orang bodoh kalau apa yang ingin disampaikan ternyata tidak benar-benar tersalurkan dan seperti biasa, masih saja celingak-celinguk seperti anak hilang (well ini bukan karena masalah baru menetap dua minggu. Di jakarta hampir tiga tahun juga masih sering celingak-celinguk kayak anak hilang)

At the first glance, Sydney didn't look so much different compared to Jakarta. Ruame buangetttt... Yang namanya jalan nyaris nggak pernah sepi kecuali dini hari dan tengah malam buta. Macet juga ada terutama menjelang malam hari (tapi jangan dibandingin sama Jakarta yang macetnya bisa bikin siapa pun orang yang terjebak di dalamnya ingin bunuh diri. Paling banter macet di sini cuma terhenti sekitar 15-20 menit) dan berhubung saya menetap di King Street, salah satu jalan teramai dan terkenal di Sydney, yang namanya riuh rendah kesibukan manusia selalu terdengar bahkan di tengah malam sekalipun. Walhasil hidup di Sydney tidak pernah terasa sepi. Hasrat belanja terpenuhi dengan maksimal (berlebihan malah) dengan tempat-tempat seperti Broadway shopping square sampai Paddy's Market (baru tau itu. Maklum baru dua minggu), hasrat untuk melihat remarkable view pun juga terpuaskan dengan pergi ke tempat macam Circular Quay (Opera House), Daring Harbour dan Royal Botannical Garden (again baru tau itu. Maklum baru dua minggu). Sebenarnya pengeennnn banget menjelajahi Sydney kayak orang gila tapi berhubung tiket bis masih mahal pisan *belum dapat concession alias potongan harga yang biasanya akan kita dapatkan setelah enroll di universitas* jadi hasrat jalan-jalan itu lantas diurungkan.

Yang menarik dari pengamatan saya justru orang-orang lokal di sini. Sebelumnya dari berbagai rubrik di internet yang saya baca tentang Sydney, ada yang menyebut kalau orang di Sydney terbilang cuek dibandingkan orang-orang di kota lain di Australia. Namun dua minggu terakhir ini menunjukkan kenyataan yang berbanding terbalik dengan cerita yang saya dengar sebelumnya. Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, berkali-kali penduduk lokal Sydney dengan baik hati membantu saya (dan teman-teman saya) yang sedang tersesat menemukan jalan yang benar. Sekali, bahkan tanpa kita tanyai pun, ketika melihat kita sedang berkutat dengan peta seorang pria Aussie berhenti dan memberitahukan jalan yang sedang kita cari.

This little simple thing really put a smile in our face that day.

Eniwei masih buanyaaaaakkkk sekali hal yang ingin saya lakukan selama berada di sini. Ingin nongkrong seharian di taman sambil piknik dan tiduran santai, ingin berjalan-jalan melihat tempat yang belum pernah dikunjungin sebelumnya, ingin menjelajah ke tempat lain di Australia dan pengen kerja. Hahahahaa...

But I do have one little worry here.

I haven't started writing at all.

Sunday, May 9, 2010

Nyaman Dengan Diri Sendiri

Berapa kali dalam hidup kita mengatakan hal seperti ini?
" Ih pengen nurunin berat badan deh"
" Ih coba agak putihan dikit "
" Ih coba nggak jerawatan ya... "

Oke, ketahuan. Itu barusan saya curhat.

Tapi serius. Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan pencerahan tentang masalah besar dari satu hal yang begitu kecil dan sepele. Saya belajar merasa nyaman dengan diri saya dari high heels saya.

Saya jarang sekali mengenakan sepatu hak tinggi untuk beberapa alasan. Alasan pertama tentu saja adalah masalah kepraktisan. Meskipun menarik untuk dilihat dan bisa memberi efek menggoda pada bagian pantat saya yang selalu membutuhkan bantuan visual (baca: tepos), sepatu hak tinggi sangatlah tidak praktis digunakan bagi saya yang notabene adalah seorang pejalan kaki dan pengguna transportasi umum. Bayangkan berjalan kaki selama lima belas menit dari kostan ke halte busway dan berdiri selama kurang lebih setengah jam di dalam busway sambil berdesakan dengan menggunakan sepatu hak tinggi. Beauty is pain, people. And high heels is definitely the best killer weapon.

Alasan kedua tentang mengapa saya jarang menggunakan sepatu hak tinggi adalah karena saya merasa tidak nyaman menambah tinggi pada badan saya yang sudah tergolong tinggi untuk perempuan Indonesia. Sejak dulu selalu saja ada yang berkomentar seperti ini "Ya ampun kamu kok tinggi banget sih?! " atau " Jangan tinggi-tinggi kenapa " dan berbagai jenis komentar lain yang barangkali dimaksudkan sebagai canda atau bahkan pujian namun hati saya yang rapuh dan terlalu sensitif ini mengartikan lain. Berkali-kali saya berharap dalam hati seandainya saja saya punya tinggi badan yang 'standar' perempuan Indonesia karena di dalam kepala saya yang kecil ini, teman-teman saya malu punya teman tinggi seperti saya. Pubertas memperparah semuanya. Komentar semacam ini bukan komentar yang asing bagi saya "Susah ya dith cari cowok yang tingginya melebihi kamu" atau "Aku ga pede jalan sama kamu karena kamu tinggi" (you can guess. Yang ngomong cowok. Dan bukan cuma satu orang yang ngomong begini)

Sederhana dan terdengar sepele kan? Tapi satu hal kecil ini adalah salah satu contoh ketidaknyamanan saya terhadap diri saya sendiri. Sampai beberapa hari lalu ketika akhirnya saya memutuskan untuk memakai sepatu hak tinggi saya ke kantor dengan berjalan lima belas menit dari kostan ke halte dan berdiri setengah jam di dalam busway. Terlepas dari hasil akhir kaki saya yang terasa retak-retak dan kenyataan bahwa pada akhirnya bagian tumit kaki saya berhias plester kuning menyala dengan gambar kartun anak-anak, saya merasa luar biasa puas dan senang karena saya terlihat cantik dengan sepatu tersebut. Saya bertambah tinggi kurang lebih 5-7 senti dan saya merasa puas! Hehe... Dalam hati, dengan sombong saya menyamakan diri saya dengan model *kepedean*

Anyway seorang teman tiba-tiba mengatakan ini: " Kamu itu udah tinggi, ngapain ditambahin tinggi lagi? Nanti cowok-cowok makin lari " (teman saya ini sepertinya sangat khawatir sekali tentang kenyataan saya yang masih menjomblo. Karena selain sepatu hak tinggi, dia juga pernah mengatakan kepada saya untuk tidak bersekolah tinggi-tinggi. Katanya karena cowok cenderung minder dengan perempuan yang berpendidikan tinggi --> hm)
Dan apa jawab saya? " Bukan urusan gue kalo mereka ga punya rasa percaya diri "

ahay! Saya suka diri saya yang memakai sepatu hak tinggi.

Intinya sih sebenarnya sederhana. Kekurangan adalah sesuatu yang tidak terlepaskan dari diri manusia. Tapi bukankah suatu kekurangan hanya akan menjadi kekurangan kalau kita menganggapnya seperti itu? Siapa tahu kalau kita mencoba menjungkirkan cara pandang kita, kekurangan itu sebenarnya adalah sebuah kelebihan yang lupa kita hargai. Semua tergantung pilihan.

*sok bijaksana*

Bahasa dan Pilihan Hidup

Satu hal yang belakangan ini seringkali terucap dalam hati saya sebagai keinginan adalah harapan untuk kembali duduk di bangku SMA namun dengan wawasan dan otak yang saya miliki sekarang.

Tidak perlu susah-susah mengatakan "mimpi!!" karena saya tahu keinginan di atas tidak akan pernah terkabul kecuali bulan depan tiba-tiba ada ilmuwan jenius yang menciptakan mesin waktu. Namun yang ingin saya bicarakan di sini bukanlah soal kemungkinan terciptanya mesin waktu dalam beberapa waktu ke depan tapi betapa sesungguhnya manusia memiliki sejuta pilihan untuk masa depan.

Saya masih ingat ketika SMA dulu, sekolah memberikan sebuah daftar isian dimana saya diminta mengisi pilihan jurusan yang saya minati ketika kelas 3 nanti. Tentu saja saya mengisi IPA sebagai pilihan pertama dalam daftar tersebut. Pilihan tersebut saya ambil berdasarkan logika saja. Jujur saya ingin menulis BAHASA tapi jalan yang berada di depan jurusan IPA terlihat lebih gemerlap. Lagipula apa yang akan dikatakan orangtua saya? Benar saja ketika ketika saya berkeinginan melakukan kompromi dan menulis BAHASA di pilihan ketiga, ayah saya mengatakan ini kepada saya : "Tulis. Pilihan pertama, kedua, ketiga IPA"

Friday, March 26, 2010

Untuk "Anda"

Saya sebenarnya sudah lama ingin bertanya ini kepada "Anda"

Kenapa sih Anda selalu bersikap sentimen kepada saya, seolah-olah saya adalah musuh Anda?
Semua hal yang saya lakukan Anda komentari dengan semena-mena
Mending kalau komentar yang Anda berikan membangun.
Komentar yang Anda berikan selalu membuat saya ingin membanting meja dan kursi di tempat.
Herannya Anda merasa bangga dan tidak merasa menyakiti orang lain

Kenapa sih Anda selalu menunjuk tetapi tidak pernah melihat kepada diri sendiri?
Anda memberitahu saya untuk menjadi bagian dari keluarga Anda tapi setiap kali saya -yang ngomong2 seperti landak yang penakut ini- mencoba mendekat, Anda malah menyepak saya dengan keras dari depan.
Jangan bertanya kenapa saya tidak suka Anda.
Jangan salahkan salah saya kalau kemudian saya membenci Anda.
Jangan heran kalau saya ingin terus melarikan diri dari Anda.

Kalau saja Anda berada di posisi yang sama dengan saya, saya tidak akan segan-segan bicara.
Sayangnya tidak dan sekali lagi saya ini orang yang penakut
Saya mudah sakit hati dan gampang menangis.
Nafas saya sesak setiap merasa tertekan (yang berarti setiap kali melihat Anda) dan saya tidak melebih-lebihkan.

Tapi Anda tidak tahu kan?
Anda tidak sepintar yang anda pikirkan.

Adalah sia-sia mengharapkan Anda memperhatikan perasaan orang lain.
Karena perasaan orang lain apalagi perasaan saya tidak lebih berarti dari tai di pinggir jalan yang bisa diacuhkan karena bau dan tidak bermakna.

Jadi saya akan mencoba mengacuhkan Anda saja.
Dan berdoa semoga anak perempuan Anda disakiti orang lain seperti Anda menyakiti saya (doa terburuk yang pernah saya panjatkan)


Oh ngomong-ngomong, iya saya marah.

Tuesday, March 16, 2010

This Dream I've Been Having

For the last two days I had this weird dream which, strangely enough, was all lucid for me to remember even after waking up for hours *well I still remember it now*

How it was weird?

Weird thing number one : In this dream I became a guy. At first I didn't realize it was me, but after the second dream I noticed that this guy in my dream always mentioned himself as me and the way I looked at the entire surroundings in my dream was through this guy's point of view so I think it was safe to actually make an assumption that this one particular guy that has been hanging around in my dream was indeed myself.

Weird thing number two: I was suppressed by a girl which happened to be my lover. It seems that I tried very hard to get rid of her but nothing worked. I tried to get away several times but this girl always stopped me in my way and that made me miserable.

Weird thing number three: In the middle of my escape where (again) she found me and made come back home again, I happened to see a group of buffalos fighting in the middle of the street. Yes people, you read that part right. Buffalo. Right after this rather frightening sight of buffalo fight occured, I woke up silently like nothing happened.

Being someone who majored in psychology, the first thing that crossed my mind after waking up was this: What the hell does that mean? I read Freudian theory so much to conclude that maybe - MAYBE - something was wrong in my state of mind to actually have that kind of dream I just had. So I decided to look it up in the internet to find some dream interpretation and by interpretation, I mean psychological based. A lot of result that came up from my "mimpi" search by Google turned out to be superstitious-based (very Indonesian, I must say) and although it is appealing for me to also find out the meaning of my dream from the so-called supernatural context (I am a true Indonesian, afterall) I need to discover my dream true meaning in psychological context. So I found this one interesting web on the internet that would gave you a lot of insight about your dream (want to check it out yourself? click www.dreammoods.com) and by using the Dream Dictionary in this site, I manage to compile some of (supposedly) meaning of weird dream, which are...

1. To dream that you are the opposite sex, suggests that you exhibit or need to incorporate those qualities of the opposite sex. Ask yourself, how do you feel being a man or a woman? In what ways can you incorporate those feelings into your waking life.

2. To dream that you are in a fight, indicates inner turmoil. Some aspect of yourself is in conflict with another aspect of yourself. Perhaps an unresolved or unacknowledged part is fighting for its right to be heard. It may also parallel a fight or struggle that you are going through in your waking life.

3.
To see a buffalo in your dream, symbolizes survival. The dream may warn that you are go off your life path.

Well so in conclusion I think what my weird dream really signifies is this : I have the need to include some of man's characterictics (being persistent maybe? Are men persistent? Bravery, yes. Maybe bravery) to conquer this fight of life I feel approaching (and by fight of life, I mean battle inside myself) considering that right now I am completely off track! I totally forget my promise to work on hard.

So um.. that's it?

PS : forgive my poor English. I wrote it this way to practice writing in English again, the ability that I believe has disappeared for watching too many Korean movies lately :p

Friday, February 26, 2010

My Teeth Is Worrisome

Dari dulu saya selalu bermasalah sama gigi.

Oke ngaku. Waktu kecil saya memang tidak rajin-rajin amat sikat gigi dan punya kecenderungan mengabaikan kesehatan gigi. Sampai suatu ketika.. *jreng-jreng* saya harus berurusan dengan dokter gigi yang menambal dan mencabut gigi saya pada saat SMA. Setelah pengalaman menambal yang membuat saya trauma dengan dokter gigi dan alat kedokterannya yang entah kenapa selalu berasosiasi dengan suara *ngiiiiiiiingggggggg* di otak saya, saya benar-benar menghindari pergi ke dokter gigi. Kalau tidak sakit-sakit amat, saya menolak untuk berurusan dengan dokter gigi.

Terakhir, entah terdorong oleh bisikan setan mana, saya memutuskan untuk pergi berobat ke poliklinik gigi kantor yang murah meriah dan tidak bayar itu. Dan setan yang awalnya membisiki saya tadi ternyata memiliki strategi cuci otak yang brilian, karena begitu saya berada di ruangan dokter saya langsung berubah pikiran - dari yang awalnya hendak menambal gigi geraham belakang yang berlubang menjadi menambal gigi depan. Saya yang memang pernah menambal gigi depan sekitar dua tahun lalu di jogja berkat mbak kost yang kebetulan koas, berpikir kalau sang dokter ini akan menambal gigi depan saya dengan cara yang sama : menggunakan alat laser biru yang entah apa namanya itu. Tapi ternyata tidak saudara-saudara. Dokter kantor saya menambal gigi depan saya dengan tambal permanen biasa.

Cerita belum selesai. Karena meskipun gigi saya sudah tidak keropos lagi dan hasil tambalan sempurna, gigi depan saya malah ngilu. Sampai detik saya menulis cerita ini, gigi depan saya terasa sakit setiap kali dipakai makan, mengigit apalagi mengunyah.

Sejak itu saya berpikir untuk serius memikirkan kesehatan gigi karena setelah didaftar. Masalah gigi saya ternyata puaaannnnnjaaaaaaannnnggggg.... sekali.
1. Tambal gigi geraham belakang
2. Bikin gigi palsu 3 biji
3. Bersihin karang gigi
4. Benerin tambal gigi depan

Hah? Ga panjang2 amat kok. Yang panjang bayarnya. Apalagi poin nomor 2 (_ _) *stress*
Dan bingung pun mau treatment gigi dmana. Secara pengen cari yang murah, terjangkau dan buka di hari Sabtu karena agak susah kalau mau minta ijin perawatan gigi di hari kerja. Dikira boong pula ntar.
alternatif terbaik yang didapat sih di paviliun khusus RSGMP UI. Murah ga ya?

Tuesday, February 23, 2010

To Tell Or Not To Tell

Ketika kemarin bersua dengan Izzie, sahabat saya itu dengan bijaksananya berkata: "Dith ingat. Mulai sekarang lebih banyak orang yang ngeliat lo. Hati-hati kalau bicara."

Dan baru saja ayahanda tercinta menasehati saya bahwa yang namanya bercerita apalagi berpendapat tetap harus punya batasan. Bukan hanya perkara sebuah cerita merupakan sebuah kenyataan atau tidak namun lebih kepada pihak-pihak yang barangkali akan merasa tersakiti dengan pendapat yang saya lontarkan (dan saya rasa ujung dari nasihatnya adalah, apakah kemudian orang yang tersakiti oleh saya tadi menyakiti saya balik. Life is ruled by carma, afterall).

Tidak dapat dipungkiri, sejak adanya berbagai jaringan sosial di dunia maya mulai dari facebook, twitter hingga blog, semua orang bebas mengekspresikan perasaan dan pendapatnya dalam konteks yang lebih luas dalam arti apa yang diungkapkannya bisa dengan cepat mendapatkan respon dari orang lain. Menyenangkan, tapi banyak orang kemudian lupa bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah dua sisi mata uang. Kebebasan itu kemudian memiliki konsekuensi yang tidak sedikit. Mulai dari reaksi tidak suka sederhana seperti komentar pedas hingga tuntutan hukum. Yang terbaru adalah kasus motivator handal, Mario Teguh, yang harus menutup akun twitternya karena salah satu tweetnya mengundang reaksi keras karena menyinggung perasaan wanita.

Saya yang dulu mungkin akan bersikap keras kepala. Saya akan berkata seperti ini: "Ini hak saya untuk berbicara. Dijamin oleh undang-undang. Siapa pun tidak boleh melarang" Memang tidak ada yang melarang, tapi tidak ada yang melarang orang lain untuk membaca dan bereaksi keras pula kan?

Saya rasa saya memahami hal ini sedikit demi sedikit. Saya masih akan tetap menulis apa yang saya kehendaki sesuka hati saya, namun untuk mempublishnya akan ada beberapa pertimbangan lebih. Saya sadar sekarang hidup tidak pernah sendiri, jadi kalau memang ada yang merasa berkeberatan silahkan hubungi saya langsung dan mari bicara..

..sambil ngeteh *loh?!*

Friday, February 12, 2010

Isi Blog

Kalau dipikir-pikir isi blog saya berat-berat amat ya.

Well I'm dark inspired kinda person. Semakin berat masalahnya, semakin beraneka ragam shit things yang keluar dari mulut saya :p

Thursday, February 11, 2010

Today's Random Stuff

1. I think I'm turning into some treadmill freak. The only machine I ever used in the gym is treadmill. What makes me so into this? The answer is the personal television and amazing cable channel included in every treadmill. But my right leg is suffering much because of this :( *throbbing ankle*

2. Just found out my money in BNI is piled up. Woho! Long story. Intinya ga sia-sia lah menyisihkan duit seratus ribu setiap bulan. Dipake buat apaan ya? Oh iya bayar tagihan gym. Gagal senang-senang lah saya :(

3. Menunggu kiriman DVD pesanan untuk datang. Semoga dikirimkan minggu ini dan semoga besok sudah sampai. Cant wait to watch :D

4. Berpikir untuk mencoba menyelesaikan treatment film dari adaptasi cerpen dan cerita anak selama dua hari ini (usaha cari duit sekaligus mengisi waktu luang saya yang kebanyakan)

Ini dulu lah. I think I'm slowly back to my procrastinating mode.

Wednesday, February 10, 2010

Me and Weight Problems

Ini kok badan gue malah tambah melar ya ?

Barusan nyobain pake legging yang dulu bisa dengan mulus masuk sekarang harus tersendat di daerah paha. Kemudian nyobain celana pendek abu-abu andalan yang dulu bisa nangkring longgar dan enak, sekarang ketat membungkus paha saya kayak lemper.

Loh fitness yang saya coba dengan menguras isi kantong apa kabar? Hasilnya mana?

Baru nyoba tiga kali sih. Itu juga setiap kali habis fitness langsung makan. Full carbo pula. Mungkin mulai besok saya harus menjauhi nasi dan segala bentuk karbohidrat lainnya. Bisa ga ya??

Tuesday, February 9, 2010

First Published Novel "Orang Ketiga"

Yap. Novel si mbak yang pertama sudah diterbitkan oleh GagasMedia dan mengambil judul "Orang Ketiga". Sinopsis lengkap sudah dibaca di www.gagasmedia.net

Berikut sinopsisnya (www.gagasmedia.net) :

Tak Selamanya Cinta Hanya Milik Berdua
Ditulis Oleh Newsroom
Tuesday, 09 February 2010
Setiap tahunnya, Anggi dan Kayla—sahabatnya—memiliki target tahun baru yang harus dicapai. Begitu pun menjelang tahun 2009. Salah satu target Anggi kali ini adalah cari suami. Hal ini, tentunya bukan sesuatu yang mudah. Meski begitu, Anggi memiliki kans yang cukup besar mengingat ia mudah sekali mendapatkan pasangan.

Hal itu terbukti saat ia tidak sengaja melihat Angga—teman satu kantornya—yang sedang berlatih gitar di aula. Entah apa yang menarik dari Angga, nampaknya sejak saat itu Anggi tidak bisa melepaskan pandangannya dari karyawan bagian retail di kantornya itu.

Monday, February 8, 2010

Menjadi Sales Door To Door

Pertama kali nerbitin novel (Orang Ketiga, GagasMedia Publisher), pertama kali mencoba mempromosikan dari orang ke orang. Dalam kepala sih bayangannya menyenangkan. Menghubungi nama semua teman yang ada di friend list facebook (yang kebetulan lumayan panjang dan banyak itu), memberitahu satu persatu kalau saya sudah menerbitkan novel dan meminta mereka untuk membeli novel tersebut -kalau tertarik. Ga maksa kok, beneran deh *liar*

Eniwei pesan tersusun dan dikirimkan ke masing-masing orang. Tidak butuh lama untuk kemudian mendapatkan respon yang beragam dari teman-teman tercinta. Respon yang membuat saya senang, bengong sampai emosi. Serius. Karena ternyata reaksi orang berbeda-beda and you can actually tell their personality by their response. Upaya strategi promosi kecil-kecilan ini sontak berubah menjadi semacam 'eksperimen sosial' buat gue. Hahaha... nice :))

Jadi saya menyusun daftar respon yang diberikan teman-teman atas strategi promosi yang saya lakukan dan membuat kategorisasi berdasarkan respon tersebut. Dan kategorinya adalah *silahkan dibaca dengan menggunakan backsound* :

Saturday, February 6, 2010

Tentang Status Saya

Usia saya 24 tahun. Saya lajang. Dan bahagia, ngomong-ngomong.

I mean what's there not to be happy for? Saya punya semua yang seharusnya saya miliki. Saya memiliki pekerjaan -yang walau tidak memberi kepuasan tapi tetap memberi gaji-, saya mempunyai keluarga yang saya sayangi lebih dari apa pun, saya punya teman-teman yang meskipun tidak banyak tapi selalu dapat diajak berbagi perasaan, saya melakukan apa pun yang saya inginkan. Bisa lihat kenapa saya tidak memiliki alasan untuk merasa cemas menjadi lajang?

Suprisingly walau saya tenang-tenang saja, orang di sekitar saya entah mengapa mempermasalahkan fakta ini. Mulai dari keluarga sampai teman. Reaksi yang muncul adalah sebagai berikut :

Thursday, February 4, 2010

Half of My Heart - John Mayer


Saya suka lagu ini sejak pertama kali dengar. Bukan karena kharisma sang penyanyi yang bahkan bisa menaklukkan hati Jennifer Anniston atau karena fakta bahwa Taylor Swift juga menyumbangkan kemampuannya di lagu ini atau karena musiknya yang luar biasa (karena buat saya dibanding lagu John Mayer, lagu yang ini tergolong biasa)

Yang membuat saya suka adalah liriknya.

IMO, lagu ini bercerita tentang seseorang yang biasa hidup sendiri (dan merasa puas dengan itu) namun pada perjalanannya menemukan pasangan yang memperkenalkannya dengan cinta. Meskipun demikian dengan penuh kesadaran dia menyatakan bahwa susah baginya untuk mencintai orang ini sepenuh hati karena ia masih harus menemukan jati dirinya terlebih dahulu. Namun dengan setengah hatinya, ia tetap mencintai orang ini dengan utuh *bingung kan?*

Saya rasa saya bakal bernyanyi ini untuk siapa pun yang akan menjadi pasangan saya nanti.

Haha just look at the lyrics.

FInancially Bad, Baaaaad Decision

Lets not focus about how I ended up making a decision to stop by on this particularly high class fitness centre. Karena ceritanya bukan itu.

Ceritanya adalah bagaimana saya, seorang Yuditha Hardini, bisa-bisanya tergoda dan termakan bujuk rayu handal para marketing fitness centre itu sehingga menjebol duit yang bisa buat beli satu Blackberry Gemini baru tanpa memperhitungkan kemampuan keuangan saya yang hanya seorang PNS ini.

Tapi memang saya akui strategi marketing fitness centre ini memang jempolan sesuai informasi yang saya dapatkan setelah browsing di internet. Sejak awal mereka sudah menunjukkan keunggulan fasilitas mulai dari alat, program sampai ruangan. Lalu (ini yang keren) dengan santai menunjukkan biaya pendaftaran yang selangit harganya dan ketika calon konsumen menunjukkan keraguan yang kentara, dengan tanpa ragu mereka mengajukan harga 3/4 lebih murah daripada harga yang tertulis (yang saya yakin sebenarnya itu adalah sesungguhnya) untuk dibayar pada saat itu juga (kalau tidak ya kembali pada biaya pendaftaran selangit itu tadi)

Dan saya termakan. Mentah-mentah.
Saya berjanji akan fitness setiap hari mulai sekarang.

Wednesday, February 3, 2010

Bingung? Tanya Supir Taksi

Saya baru saja menyadari kalau sumber informasi paling akurat dan terpercaya yang ada di seantero Jakarta ini bukan nomor 108 atau kantor polisi. Sumber informasi tersebut tak lain dan tak bukan adalah... SUPIR TAKSI.

Jelas kalau urusan jalan supir taksi bisa dibilang memiliki pengetahuan terpercaya. Mau pergi ke pelosok manapun di Jakarta kalau memang dapat supir taksi (yang handal, karena ada supir taksi juga yang malah balik nanya karena sama-sama buta arah. Kenapa jadi supir taksi kalau begitu??) bisa dipastikan kita akan sampai tujuan.

Tapi supir taksi punya pengetahuan lain selain jalan. Pernah, saya naik taksi yang supirnya memberikan informasi yang lumayan mendetail soal prostitusi jalanan di Jakarta. Mulai dari spot tempat menemukan perempuan 'gituan' di Jakarta Pusat sampai Jakarta Utara, tarif yang dipasang, cara mengenali para pekerja malam (konon kata si bapak supir, para kupu-kupu malam biasanya berdiri di dekat tukang ojek. Biar gampang lari) dan jenis tamu seperti apa yang biasa mencari mereka. Dalam arti begini, tamu katakanlah dari Indonesia, biasa nyari perempuan dari daerah ini. Bule dari daerah ini, Arab dari daerah ini, Tionghoa dari daerah ini dan sebagainya.. Informasinya lebih dari lengkap dan waktu gue tanya si bapak ini tahu darimana jawabannya sederhana : "Saya suka nganterin tamu nyari begituan, mbak"

Saturday, January 30, 2010

Rumah Dara - The Review





Jujur waktu pertama kali dengar soal film Rumah Dara alias Macabre, saya punya ekspekstasi tinggi soal film yang konon berani mengangkat genre horror thriller (slasher) yang jarang disentuh oleh sineas Indonesia lainnya. Apalagi ketika berita betapa film ini diterima dengan hangat oleh khalayak internasional termasuk soal berita Shareefa Danish yang mendapatkan award sebagai penghargaan atas aktingnya sebagai lead actress dalam film ini (lebih lengkapnya silahkan baca di sini) , membuat saya semakin menantikan pemutaran film ini di bioskop. Bayangan saya waktu itu, saya akan mendapatkan suguhan tontonan filem Indonesia sedasyhat Pintu Terlarang karya Joko Anwar.

Wish List 2010 Si Mbak

Wish List ini sebenarnya postingan dari blog gue yang lain. Kenapa diputuskan untuk dipublish lagi disini karena menurut saya, this one is kinda essential.

Postingan ini soal dua wishlist yang pernah saya tulis. Satu di tahun 2009 (dengan catatan komentar mengenai kenyataan yang terjadi setelah empat bulan) dan satu lagi di tahun 2010. Cekidot.

my wish list ( written September 24th 2009) :

1. A house. An apartement to be exact. I put this on the top my list as a constant reminder for me not to be such stupid money spender. Also a reminder for me to be serious with my future. To do : extensive research !! --> January 2010 : in reality, after 4 months I still dont get the house or the apartement I wanted. the price is still too high for me and I do have other plan about using my money. But let's talk about it later.

Catatan Perdana Si Mbak

Kenapa blog baru saya ini dinamakan Catatan Si Mbak ?

Alasan pertama adalah karena sebagai anak pertama dalam keluarga kecil saya yang terdiri dari ayah, ibu dan dua orang adik yang (tidak begitu) menggemaskan, saya adalah si Mbak. Panggilan Mbak buat saya adalah representasi kepercayaan orangtua kepada saya sebagai anak sulung dan penghormatan adik2 kepada saya yang lebih tua. Walaupun sempat berpikir ulang tentang definisi Mbak sejak tinggal di Jakarta (FYI, Mbak di Jakarta memiliki konotasi pembantu atau asisten rumah tangga) tapi saya memutuskan untuk tetap bangga dengan panggilan Mbak. Saya orang Jawa (walau banyak diragukan orang karena dari segi wajah, lidah maupun kelakuan sama sekali tidak njawani) sehingga Mbak adalah panggilan yang terdengar lebih akrab dan familiar di telinga saya dibanding kakak. Mbak buat saya adalah sosok yang bisa diandalkan, hangat sekaligus baik hati *which is not me. Yet. I'm working on it*

Alasan kedua, karena dalam hidup saya selalu punya catatan tersendiri. Bukan hanya dalam bentuk tulisan personal dalam bentuk jurnal atau diari tapi dalam bentuk coretan-coretan kecil di sobekan kertas, memori hape sampai ukiran darurat di telapak tangan. Gunanya sederhana. Untuk mengingatkan saya yang memang pelupa kronis ini tentang banyak hal.

Alasan ketiga, karena saya belum pantas dan entah kenapa agak sentimen kalau dipanggil Ibu sama penjaga toko di mall. Saya mbak! Mbak!

Haha.

Eniwei let's get this blog rolling :))