Saturday, February 6, 2010

Tentang Status Saya

Usia saya 24 tahun. Saya lajang. Dan bahagia, ngomong-ngomong.

I mean what's there not to be happy for? Saya punya semua yang seharusnya saya miliki. Saya memiliki pekerjaan -yang walau tidak memberi kepuasan tapi tetap memberi gaji-, saya mempunyai keluarga yang saya sayangi lebih dari apa pun, saya punya teman-teman yang meskipun tidak banyak tapi selalu dapat diajak berbagi perasaan, saya melakukan apa pun yang saya inginkan. Bisa lihat kenapa saya tidak memiliki alasan untuk merasa cemas menjadi lajang?

Suprisingly walau saya tenang-tenang saja, orang di sekitar saya entah mengapa mempermasalahkan fakta ini. Mulai dari keluarga sampai teman. Reaksi yang muncul adalah sebagai berikut :



1. "Nggak punya pacar? Kenapa?" Hm jawabnya musti gimana? Karena jujur saya sendiri tidak punya jawaban tentang ini. Atau kalau pun ingin menjawab, jawaban yang ada di kepala saya terlalu panjang dan filosofis yang mungkin akan terdengar terlalu membosankan dan serius untuk sebuah pertanyaan yang seringkali merupakan format basa-basi standar percakapan. Jadi saya biasanya hanya tersenyum *semoga senyum ini tidak menampakkan kesan prihatin* atau menjawab sederhana :"Lah emang ga punya pacar aja. Terus kenapa?"

2."Nggak punya pacar? Masa sih orang kayak kamu nggak punya pacar?" Oh wow. Jawaban yang membuat ge-er. Memang saya orang seperti apa sampai kelajangan saya adalah sesuatu yang membuat heran? *ngaca*

3."Nggak punya pacar? Sebenarnya banyak loh yang mau sama kamu. Kamu saja yang terlalu sibuk dengan dunia kamu sendiri." Saya tidak mengada-ada. Seorang teman laki-laki pernah mengatakan ini kepada saya dan mengingat bahwa saya memang memiliki pasangan kencan yang berganti-ganti dari segala kalangan selama dua tahun terakhir, saya rasa saya harus mengakui bahwa apa yang dikatakan teman saya ini ada benarnya. Saya bukan ingin mengatakan saya wanita idaman pria, bukan. Saya cuma ingin bilang kalau kelajangan saya bukan masalah laku atau tidak laku. Saya bisa saja bilang iya pada pria yang menunjukkan ketertarikan pada saya tapi pertanyaan yang lebih penting adalah : Saya tertarik atau tidak? Lagipula saat ini entah mengapa saya seperti sedang menata kesadaran sebagai seorang manusia. Saya ingin mencari tahu apa sebenarnya yang ingin saya lakukan di dunia. Saya ingin puas hidup sebagai manusia dan saya belum dapatkan itu. Saya tidak sibuk dengan dunia saya sendiri. Saya sibuk mencari dunia saya.

4. "Nggak punya pacar? Kamu terlalu logis sih orangnya." (teman) atau "Nggak punya pacar? Makanya jadi orang jangan terlalu pemilih" (Nenek) Berhubungan dengan jawaban pertanyaan di atas, saya rasa saya memang melihat kelemahan dalam diri semua orang. Bukan, saya bukan ingin menghina atau apa pun. Saya sendiri juga memiliki banyak sekali kelemahan. Tapi secara otomatis, baik kepada laki-laki maupun perempuan, saya melihat diri orang yang berdiri di hadapan saya secara keseluruhan. Otak saya bekerja seperti timbangan kepribadian. Ketika ada teman saya supel dengan orang lain, saya langsung bisa melihat sisi lain dari dirinya yang selalu merasa benar (which turns right by the way). Ketika ada atasan yang terus saja menasehati saya tentang Tuhan, saya langsung bisa melihat sisi lain dirinya yang sebenarnya juga tidak menganggap Tuhan dengan cara mencuri dan membicarakan orang lain (termasuk saya yang cuma anak buah gurem ini) dengan nada buruk. Kalaupun saya melihat orang yang seolah sempurna, saya selalu berkata "Pasti ada yang salah" Begitupun ketika melihat lawan jenis.

5. "Nggak punya pacar? Jangan donk. Pikirin masa depan." Iya, tahu. Saya harus berpikir tentang 'masa depan'. Saya memikirkan hal itu dan jujur setiap kali berpikir saya selalu mendapat serangan jantung kecil. Masa depan buat saya adalah bagian berkabut yang gelap dan misterius, seperti rumah tua di tengah hutan yang melihatnya saja membuat kita secara intuitif pergi menjauh. Tentu saja saya berpikir untuk menemukan pasangan. Masalahnya hingga saat ini saya belum menemukan pria yang bisa membuat saya berpikir "Ini dia"

Hanum, sahabat saya, pernah bilang "Lajang itu pilihan" Dulu saya pikir pernyataan ini hanya dibuat oleh seorang lajang yang bersikap defensif saja karena tidak kunjung menemukan pasangan. Kenyataan saya menemukan diri saya berada dalam posisi seperti itu saat ini. Saya tidak ingin mengambil keputusan untuk bersama seseorang hanya karena teman-teman saya sudah beruntung menemukan pasangan hidup atau karena usia atau karena lingkungan mengkehendaki. Saya tidak ingin menjawab Iya dengan seseorang yang merasa terintimadasi oleh saya (yeah suprisingly banyak laki-laki yang mengakui kalau mereka terintimidasi dengan banyak sekali alasan mulai dari tinggi badan sampai alasan karena mereka menganggap saya lebih pintar dari mereka -yang mau tidak mau harus saya akui benar adanya. hahahaha #maniak). Saya tidak ingin bersama laki-laki yang hanya tertarik dengan penampilan fisik saya semata (yes guys. I know I have big and beautiful boobs. Get over it. Oh and I really think if I start charging money to every guy who stares at my boobs, I would be so rich). Saya tidak ingin bersama laki-laki yang tidak memiliki pendapat APA PUN tentang isu yang membuat saya tertarik. Saya pernah mencoba mengabaikan prinsip ini dua tahun silam dan menjawab iya pada lamaran seseorang untuk menjadi kekasihnya. Yang terjadi? Sampai sekarang kalau melihat wajahnya, selalu ada dorongan ke dapur, mencari pisau dan menancapkannya di tengah-tengah kepala manusia itu.

Saya tidak meminta lelaki tampan atau kaya atau sebagainya. Saya cuma ingin laki-laki yang bisa menjadi dirinya sendiri ketika bersama saya dan membuat saya menjadi diri saya sendiri ketika bersama dia. Sederhana kan? Sayangnya saat ini saya belum bertemu dengan laki-laki itu.

Kalau besok ketemu langsung saya pacarin. Janji den.

0 comments:

Post a Comment