Friday, June 20, 2014

A Guideline to Talking Nice

Nah kejadian lagi kan.

Let me start this blog post by saying this:

It's never OKAY to talk about someone's physical appearance without being asked for! God! 

ARGGGHHHH!! (source: Reluctant Femme)


Mau tahu kenapa? Alasan lengkapnya bisa dibaca di sini (or just simply scroll down. It's easier) but I'll give you a shorter version: BECAUSE SOMEONE MIGHT GET ANGRY.

Or in my case, write something about it in public space. Because I'm such a shameless attention seeker, like that.


Jadi begini ceritanya (yang baru saja terjadi dalam hitungan jam yang lalu):




Sepulang dari kantor, saya bertemu dengan seorang teman kerja yang sudah lama tidak saya temui. Kami berdua pun berjalan bersama-sama ke depan kantor, berbicara tentang berbagai pilihan toko kacamata sampai kemudian teman saya ini memperhatikan kondisi kulit saya yang kurang baik. And the conversation came to a screeching halt because my dear friend just bluntly asked:

"Itu muka lo kenapa item-item?!"


Tentu saja, saya merasa tidak nyaman dengan pembicaraan terkait penampilan fisik seperti ini namun saya masih mencoba menahan diri dan memilih untuk mencoba mengalihkan pembicaraan. Tapi teman saya tampaknya sudah terpaku perhatiannya oleh wajah saya yang, mungkin di mata dia, sudah tak bisa diselamatkan lagi (walaupun sebenarnya tidak kenapa-kenapa juga. Saya cuma jerawatan. Bukan kena kanker kulit atau kusta atau penyakit berbahaya lainnya. Saya tidak terlalu paham reaksi orang-orang yang seolah menganggap jerawat sebagai akhir dunia). Ia pun lantas mengambil kesimpulan (menuduh, barangkali adalah kata yang lebih tepat digunakan di sini) dengan nada pasti dan berani:

"Pasti suka make produk yang aneh-aneh deh! Pasti males cuci muka deh!"

Sekali lagi, saya mencoba untuk menahan diri (Okay, I'll be honest. Saya bukan tipe orang yang bisa mengkonfrontasi langsung, kecuali dalam kondisi dan situasi tertentu. I'll prefer the sneaky written attack like this one, haha) tapi sepanjang perjalanan menuju halte bus, saya merasa kesal luar biasa. Saya merasa kepercayaan diri saya 'diserang' dan truth to be told, being attacked is never fun. Saya lantas berpikir, memangnya susah sekali ya berbicara tanpa menyinggung orang lain? Memangnya susah sekali ya berbicara dengan cara yang baik? Is it really that difficult to talk and being nice at the same time?

Untuk membantu teman-teman (I just assumed there are people who read this blog. Probably none) yang barangkali mengalami kesulitan untuk berbicara dengan baik tanpa menyinggung perasaan orang lain, berikut adalah beberapa tips-tips penting yang barangkali bisa diperhatikan:   

1. FIND OTHER NON-PHYSICAL APPEARANCE TOPICS TO TALK ABOUT. 
Carilah topik lain untuk dibicarakan. Berbicara dengan topik terkait penampilan fisik memang menggoda, apalagi ketika kita bertemu dengan seseorang yang sudah lama tidak kita temui atau ketika kita bertemu seseorang yang baru pertama kali kita temui yang membuat kita kebingungan sendiri tentang topik yang harus dibicarakan. Tapi topik di luar penampilan fisik jumlahnya banyak sekali. So be a little creative. Bicara saja tentang cuaca, kondisi jalan sampai pemilihan presiden Juli mendatang (Note: hati-hati juga ketika membahas soal calon presiden yang akan dipilih. Jangan sampai terbakar emosi XD)

There's always weather to talk about (source: theattractivearts)
2. DO NOT MAKE ANY ASSUMPTION ABOUT THE PEOPLE YOU ARE TALKING TO. 
Jangan pernah membuat asumsi apa pun tentang lawan bicara anda. Case in point: teman saya barusan. Rasanya mudah memang untuk mengambil kesimpulan bahwa muka saya berjerawat karena saya tidak rajin mencuci muka. The thing is, tentu saja saya tidak pernah lupa mencuci muka. Tapi mencuci muka bukan perkara mudah buat saya karena sejak usia saya masih remaja sekalipun,  hampir tidak ada produk pembersih muka di pasaran yang sesuai dengan kulit saya yang tergolong 'rewel'. Saya sudah mencoba banyak hal dan metode selama 20 TAHUN terakhir, mulai dari yang murah meriah (putih telur dan madu, misalnya) sampai yang mahal luar biasa dan sering mondar-mandir di layar televisi sebagai obat dewa, namun tidak ada yang benar-benar berhasil mengatasi permasalahan kulit saya (I'm not lying. Saya pernah mencoba obat jerawat yang diiklankan oleh Katy Perry di Australia dulu dan hasilnya malah membuat saya trauma). Saya tidak berani mencoba facial karena takut efeknya malah membuat kulit wajah saya menggila. Saya tidak berani mencoba dokter kulit mana pun karena tahu kulit saya tidak seramah itu, bahkan di bawah tangan dokter sekalipun (apalagi dokter Jakarta itu gila-gilaan ya kalau pasang tarif). Saat ini saya memilih untuk memakai produk yang saya tahu bisa saya pakai tanpa membuat kulit saya terlalu menggila: a cleansing toner untuk membersihkan muka setiap hari (susu pembersih tidak saya gunakan karena kulit saya punya reaksi alergi yang aneh terhadap jenis susu pembersih apa pun), air hangat (dan masker putih telur/madu/baby oil secara reguler) dan krim malam Dokter Joko Ungaran (satu-satunya produk dokter yang tampaknya membuat kulit saya sedikit jinak. Obat ini bahkan membantu saya mengatasi kulit kering parah saya ketika di Australia dulu. Masalahnya domisili saya sekarang tidak memungkinkan saya untuk kontrol bolak balik ke sana). Tidak optimal memang, tapi kondisinya seperti ini. Kulit saya ibarat anak manja yang diapa-apakan susah. Jadi ketika teman saya mengambil asumsi tanpa tahu semua perjuangan yang pernah saya lakukan untuk kulit saya, mau tahu apa yang saya rasakan?

Tersinggung. Marah.
(source: here)

Inti dari penjelasan saya di atas tadi sederhana saja. Jangan membuat asumsi apa pun karena sebenarnya kita tidak tahu apa-apa tentang lawan bicara kita. Seseorang yang bertubuh subur bukan berarti makmur (in reality, they are probably struggling with many, many medical concerns), seseorang yang bertubuh kurus bukan berarti ketagihan diet (kedengerannya menyebalkan tapi beberapa orang memang susah untuk menambah berat badan) dan seseorang yang jerawatan bukan berarti seseorang yang tidak pernah cuci muka.


3. IF YOU HAVE TO, HAVE A WELL-MEANING AND CAREFUL CONVERSATION WITH PURPOSES. 
Kalau memang diperlukan untuk berbicara tentang penampilan fisik, lakukan dengan sopan dengan tujuan membantu. Yang menjadi persoalan dalam banyak kasus adalah, percakapan tentang penampilan fisik justru dijadikan bahan bercanda (yang tidak lucu) atau dilemparkan begitu saja ke tengah pembicaraan tanpa tedeng aling-aling dan tanpa memperhatikan perasaan si lawan bicara yang terlibat. Case in point: teman saya tadi. Tanpa babibu, teman saya yang baik tadi langsung 'menyerang' saya dan mengambil asumsi yang tidak benar tentang kondisi fisik saya dengan menggunakan nada suara dan ekspresi wajah yang tidak mengenakkan. Akan berbeda kasusnya kalau saja beliau memperhatikan kondisi kulit saya dan berkata:

"Dith, maaf ya. Tapi kulit lo lagi bermasalah ya? Udah pernah nyoba ke sini ga? Atau sudah pernah mencoba ini ga?"


Nada suara yang berbeda, konteks yang berbeda dan pilihan kata yang berbeda akan mencerminkan maksud baik untuk membantu dan bisa dipastikan, akan membawa hasil yang berbeda. Kemungkinan besar saya tidak akan merasa tersinggung dan malah merasa terbantu, karena toh saya (masih) selalu mencari referensi dokter kulit yang baik dan murah di Jakarta. Dengan kata lain, pembicaraan tentang penampilan fisik bukan hal yang tabu untuk dilakukan. Apabila memang diperlukan, silahkan dilakukan - dengan sopan dan sensitif serta dimaksudkan untuk membantu. Dalam kasus saya misalnya, silahkan berbicara tentang jerawat saya kalau memang punya rekomendasi dokter kulit yang baik. Kalau tidak punya, silahkan bicarakan hal yang lain saja because truth to be told: I couldn't care less of your opinion

Me. Basically every single time people talks non-sense about my physical appearance (source: wifflegif)
Beberapa menit setelah percakapan saya dengan teman saya soal kulit wajah saya tadi, saya pun memutuskan untuk mengirimkan sms singkat kepada teman saya untuk memberitahunya tentang rasa tidak suka saya terhadap komentar yang dilontarkan beliau tentang kulit muka saya. Beliau pun meminta maaf dan menyebut komentar beliau sebagai 'perhatian'.

I kinda smirk like this rite now (source: wikia)
Well. Apology accepted but here's a brief note: attention is different than bad manner. Jadi daripada salah memberikan perhatian dan malah menyinggung seseorang, silahkan perhatikan lagi beberapa poin yang sudah saya tuliskan di atas untuk sedikit membantu. Paling tidak, gunakan poin di atas ketika berhadapan dengan saya because here's a very good reason to piss me off: I write very well under emotional distress.




Terakhir, saya juga menemukan sebuah video bagus di YouTube tentang etika berbicara dan berkomentar. Monggo disimak. Semoga lebih memberi pencerahan.



Cheers!             

(Ditulis di dalam bus Transjakarta menuju Sudirman)

1 comment:

  1. Wah saya juga merasa gitu mbak ... Parahnya lagi kawan saya sampe ketawa coba. Saya cuma diam aja.

    ReplyDelete