Sunday, October 14, 2012

Bigbang Alive Galaxy Tour Indonesia 2012: A Mixed Bag of Perfection and Disappointment

(Warning: This is going to be a long post. Namanya aja curhat)







Bigbang is perfection.

Okay barangkali saya memang sedikit bias mengingat Bigbang adalah boyband Korea favorit saya (my journey with Kpop begins with them and thus, they always have this special spot in my heart) but objectively, konser Bigbang kemarin malam sangat memuaskan. Mulai dari aksi panggung yang tertata rapi, lighting dan efek panggung yang cukup membangun suasana sampai sound dan audio yang bombastis (kuping saya masih terasa berdengung beberapa saat setelah keluar dari venue. Not that I'm complaining). Overall, Bigbang delivered what was expected from them and then some.

Tapi, cerita saya tidak berhenti di paragraf pertama saja. Ada beberapa kekecewaan yang rasakan ketika menonton konser Bigbang kemarin malam dan kekecewaan tersebut sedikit banyak mengurangi antuasisme saya menonton konser Bigbang kemarin.

Loh memangnya saya kecewa kenapa? Oh banyak. 



1. THE LACK OF GREAT CROWD/AUDIENCE MANAGEMENT DARI PROMOTOR/PANITIA ACARA. Konser Bigbang Alive Galaxy Tour kali ini digawangi oleh BigDaddy Entertainment, promotor yang cukup terkenal karena berhasil mendatangkan Lady Gaga ke Jakarta (meskipun kemudian gagal karena faktor yang tidak terduga). Pada awalnya saya memiliki kesan yang baik terhadap BigDaddy. Proses online ticketing yang ditangani oleh dua agen tiket utama, MyTicket Indonesia dan Tiket.com terbilang cukup mudah (walaupun saya sempat merasa kelabakan juga karena tiket untuk konser hari Sabtu tanggal 13 Oktober dengan cepat habis terjual). Proses penukaran tiket pun berjalan dengan lancar dan tidak menemui kesulitan yang berarti. Sayangnya impresi saya terhadap professionalisme BigDaddy dalam melaksanakan acara pun sedikit demi sedikit berubah justru pada saat hari H konser, ketika melihat bagaimana cara panitia mengatur crowd/antrian penonton. Panitia tidak mengatur antrian dengan jelas sehingga kemudian penonton terpaksa menumpuk dalam sebuah antrian besar yang kemudian mendorong terjadinya aksi senggol menyenggol yang luar biasa ganas. Saya berdiri di tengah antrian penonton yang memiliki tiket Standing dan merasakan sendiri betapa tidak manusiawinya manajemen audiens yang dilakukan oleh panitia acara.

Antrian tiket Standing sore hari (kiri) dan antrian yang masih sesak di malam hari (kanan).  U can see there is no barrier. Hanya lautan manusia (klik untuk memperbesar)





Yang membuat saya tidak habis pikir adalah kenapa panitia tidak turun tangan untuk membuat line khusus sehingga antrian bisa diatur dengan rapi sesuai dengan kategori yang sudah mereka beli? Panitia seharusnya bisa membuat line dengan garis pembatas yang membedakan antara pemegang tiket VIP, Standing dan Tribun. And please do not use the excuse that there are too many people at the same time sementara tempatnya terbatas. Panitia seharusnya sudah tahu berapa jumlah tiket yang dilepas ke pasaran dan tiket yang terjual. Dengan begitu panitia seharusnya sudah bisa mengantisipasi dan mencari metode manajemen antrian yang baik. And event organizer should know about this! Garis pembatas adalah hal utama dan seharusnya langsung terpikirkan, bahkan oleh saya - seorang awam yang tidak tahu menahu soal crowd management. Garis pembatas atau barrier ini memiliki banyak fungsi termasuk dari segi psikologis, karena pembatas bisa mereinforce perilaku antri secara baik dan benar, sehingga tidak perlu ada keganasan senggol-senggolan dan menekan kecemasan penonton yang berlebihan seperti terjadi kemarin. Tentu saja pembatas ini harus didukung dengan keberadaan petugas sekuriti - yang sayangnya baru saya lihat beredar menjelang sore dan dari hasil pengamatan malah memperkeruh suasana, bukannya membuat situasi menjadi lebih baik.

Alternatif cara lain yang dapat digunakan adalah membuat beberapa entry point yang berbeda di sekitar venue sehingga kemudian pemeriksaan tiket bisa dilakukan di berbagai entry point tersebut tanpa menyebabkan penumpukan penonton di satu titik (didepan gate MEIS). Atau kalau memang dirasa sulit membuat entry point yang berbeda (walaupun saya tidak bisa melihat sulitnya dimana), panitia bisa mengambil inisiatif atau alternatif penggiliran jadwal masuk. Jadi berdasarkan kategori tiket yang berbeda, penonton kemudian dipersilahkan untuk mengantri di slot waktu mereka masing-masing. Masih banyak alternatif lain yang bisa dipikirkan (membuat sistem seat ticketing misalnya sehingga pengaturan penonton menjadi lebih mudah. Sekali lagi saya tidak bisa mengerti mengapa ini tidak dilakukan) sehingga kemudian dapat membantu mengurangi PENUMPUKAN dan membuat kondisi menjadi jauh lebih manusiawi. Dari segi psikologis, seperti yang sudah saya sebutkan di atas, penonton menjadi lebih tenang dan tidak terlalu cemas karena tidak dipaksa berada dalam situasi yang stressful (anarki juga berkurang). Pada akhirnya ketika menonton pun penonton akan menjadi lebih santai dan punya energi yang cukup untuk nonton. Sayangnya hal ini tidak terlihat di acara Bigbang kemarin malam. Banyak penonton di barisan depan yang tumbang dan Bigbang sendiri turun tangan meminta penonton untuk mundur *dies of embarassment*

   
Pengalaman menonton music event sebelumnya baik di Jakarta maupun di Sydney menunjukkan bahwa keberadaan barrier, petugas sekuriti yang mumpuni hingga entry point yang jelas ini penting sebagai syarat crowd management yang baik. Hasil penelusuran singkat di Internet pun memberikan beberapa informasi berharga tentang crowd/audience management bagaimana yang seharusnya diberikan (bisa dilihat di sini atau di sini. Saya rasa banyak promotor di Indonesia yang harus mencari tahu informasi semacam ini terlebih dahulu sebelum memberanikan diri membuat acara. If you dont really know where to look, ever heard Google? It helps)



Line antrian, petugas keamanan dan anjing pelacak di acara Java Jazz Festival 2012

2. Ketiadaan entry point yang beragam dan penumpukan penonton membuat SCREENING ATAU SECURITY CHECK OLEH PIHAK KEAMANAN SANGAT KURANG. Oh yeah. Don't think I'm gonna let this pass. Tidak ada satu pun petugas keamanan atau panitia yang menghentikan saya untuk memeriksa tas bawaan yang saya bawa. Beberapa orang mungkin merasa senang karena pemeriksaan yang longgar seperti ini, sehingga mereka bisa menyelundupkan makanan kecil atau kamera professional yang seharusnya tidak boleh dibawa masuk ke dalam venue. Tapi buat saya ini adalah indikasi sangat serius mengenai ketidaksiapan panitia dalam melaksanakan acara dan menangani penonton dengan skala sebesar ini. Bagaimana kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti membawa senjata tajam berbahaya atau obat-obatan terlarang? Mengerikan.

3. VENUE YANG TIDAK NYAMAN. Pihak Big Daddy Entertainment melalui twitternya (@bigdaddyid) menjelaskan bahwa pemilihan MEIS sebagai venue acara adalah karena stadiun ini adalah tempat yang bisa menampung banyak penonton dalam satu waktu. Dari hasil penelusuran sekilas di Internet (see? Google helps), konon kabarnya MEIS adalah Indoor Stadium terbesar di Asia Tenggara. Tapi sayangnya, dari hasil pengamatan, bangunan dimana MEIS berada (Ancol Beach City Mall? I'm not sure) belum sepenuhnya jadi. MEIS sendiri sudah bisa digunakan oleh konser tapi begitu penonton melangkahkan kaki keluar ruangan, yang ada di hadapan mata adalah bangunan kosong yang terlihat masih dalam proses pembangunan. Berantakan, kosong dan berdebu. Barangkali venue ini memang bisa menampung lebih banyak orang daripada venue-venue lain yang ada di Jakarta (Masak sih? I need figures here. Hasil cari tahu di Google memberi jawaban yang random dan bervariasi) tapi sekali lagi, venue yang tidak representatif seperti ini membuat penonton terkesan diperlakukan seadanya. Bayangkan saja, bahkan setelah selesai menonton pun, penonton terpaksa harus berdesak-desakan antri turun karena eskalator yang ada terbatas, kecil dan mati pula. God. Itu dalam kondisi penerangan di dalam bangunan seadanya tanpa sistem pendingin ruangan yang memadai. Jadi setelah lelah mengantri di luar, capek jejingkrakan, turun dari venue pun masih susah. Sekali lagi saya mencoba memahami alasan Big Daddy untuk memilih MEIS sebagai venue tempat acara dilaksanakan (kapasitas dan daya tampung yang besar) tapi dengan kondisi venue yang hidup segan mati tak mau ini saya jadi berburuk sangka sendiri tentang apa sebenarnya alasan di balik pemilihan MEIS. Is it about profit? Atau memang sudah ada kerjasama kontrak dengan pemilik ABC? (karena tampaknya hampir semua acara konser yang dipegang Big Daddy diadakan di MEIS). Pemikiran barusan adalah asumsi pribadi yang saya harap tidak benar.



Suasana di dalam MEIS sebelum acara dimulai. Tembok masih berupa plaster alias belum dicat. At a glance, it looks like a very big parking lot (klik untuk memperbesar).




Lautan manusia yang antri turun :( Penerangan seadanya dan perhatikan kabel-kabel yang masih bergelantungan di atas.

Artikel yang ditulis tahun 2011 ini barangkali bisa memberikan sedikit gambaran bahwa venue yang ada di Indonesia memang terbatas namun sekali lagi ini bukan pembenaran untuk membuat acara (apalagi yang berskala internasional) di venue yang menurut saya pribadi tidak representatif. Saya rasa masih ada beberapa pilihan venue lain yang bisa digunakan (di artikel disebutkan mengenai Sentul International Convention Centre - yang dipakai pada saat Justin Bieber konser atau JI Expo, yang cukup familiar karena disinilah tempat Java Jazz festival dilaksanakan. Keduanya memiliki daya tampung hingga 10.000 penonton). Saya rasa promotor harus mengambil pilihan strategi yang jelas antara profit atau quality. Mengganti venue yang lebih baik dan membatasi jumlah penonton barangkali bukan merupakan ide yang populer bagi promotor (dan bagi fans yang bersemangat menonton idolanya) tapi alternatif ini barangkali bisa membantu promotor mempertahankan kualitas dan memanage acara dengan cara yang manusiawi (people-approach).



ANZ Stadium - Sydney, tempat Kpop Festival dilaksanakan November tahun lalu. Perhatikan bahwa di daerah standing juga diberikan kursi bagi penonton untuk duduk. Pemilihan stadium olahraga sebagai venue dilakukan agar memberi tempat yang leluasa bagi penonton yang banyak. Di tribun pun orang duduk dengan santai. PS: The festival is an outdoor event (klik untuk memperbesar)

Oh! Hampir lupa. Lokasi MEIS juga cukup jauh dan sulit dijangkau tanpa kendaraan pribadi atau taksi. Di siang hari, penonton barangkali bisa menggunakan alternatif kendaraan lain seperti Transjakarta untuk mencapai MEIS. Tapi beda cerita pada saat malam hari, apalagi ketika konser selesai jam 11 malam. Getting out is a struggle itself (aren't everything in Jakarta?). Tapi saya jadi berpikir sendiri, dari beberapa pengalaman menonton konser di Jakarta, kenapa tidak ada promotor yang berpikir untuk menyediakan jasa transportasi kepada para penonton yang berminat? Saya tahu bahwa Fanclub Bigbang Indonesia kemarin melakukan koordinasi penyediaan bis di berbagai titik yang tersebar di Jakarta untuk fans yang berminat ikut dan bagi saya ini adalah ide bagus yang bisa dicontoh oleh promotor manapun. Dengan demikian, panitia bisa membantu mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang membuat area venue penuh sesak (dan membantu mengurangi emisi polusi di hari itu. See? So many good things) dan penonton pun merasa terbantu. Sayangnya ide ini seperti ini biasanya hanya akan muncul kalau saja panitia berpikir dengan pola pikir people approach dengan customer care sebagai prioritas.

4. SIKAP PETUGAS SEKURITI. Seperti yang saya sebutkan di atas, petugas sekuriti sepertinya hanya terlihat menjelang gate dibuka dan beredar di posisi setelah entry point (jadi tidak turun langsung di lapangan untuk mengatur penonton). Saya tidak mengalami ini secara langsung tapi menurut teman saya yang kebetulan mengantri jauh di depan saya, sekuriti-sekuriti ini juga mengucapkan kata-kata kasar kepada penonton. Kemungkinan besar sekuriti terbakar emosi karena penonton yang juga sudah emosi dan lelah mengantri (Please refer to point one tentang bagaimana masalah ini sebenarnya bisa diantisipasi oleh panitia) tapi sikap kasar seperti ini tidak bisa diterima. Mereka adalah petugas keamanan, bukan preman. I deal with preman on daily basis, I did not expect to deal with them on an event where I paid heaps to attend.

Secara pribadi, sikap tidak menyenangkan dari sekuriti saya terima langsung ketika salah seorang petugas mengingatkan saya untuk memasukkan botol minuman ke dalam tas. Beliau berkata dengan nada keras: "Masukkan itu botolnya! Sebenarnya nggak boleh ini bawa-bawa minum. Tapi kalau kalian pingsan, nanti kita yang susah!" Charming. Real charming.

5. Last but not least: come on, Indonesia. Harus berapa tahun belajar kalimat sederhana ini: "Buanglah Sampah Pada Tempatnya" untuk benar-benar paham makna dan artinya sih? Ini pantai punya kita semua dan kita sebagai penonton punya tugas untuk tertib dan menjaga kebersihan disini.



Sebenarnya masih ada beberapa hal lagi yang mengganjal di hati, tapi beberapa poin di atas adalah keluhan utama yang membuat enjoyment saya dalam menonton Bigbang jauh berkurang. Sebelumnya saya memiliki rencana untuk menonton 2NE1 New Evolution di Jakarta November nanti, tapi setelah pengalaman kemarin rasanya saya akan membatalkan rencana ini. kalau pola pelaksanaan masih begitu-begitu saja, I think I would be extremely fed up with disappointment to actually enjoy the show. Saya sungguh-sungguh berharap akan ada perbaikan dalam pelaksanaan konser 2NE1 nanti karena kalau tidak... well, Indonesian Blackjacks. You're in for the same treat. 

Saya membicarakan keluhan ini kepada Bapak saya di rumah dan beliau dengan tenang menjawab: "Jangan dibandingkan sama negeri lain. Namanya aja Indonesia" Mafhum dan maklum adalah kebiasaan masyarakat di Indonesia karena toh permasalahan semacam ini tidak hanya terjadi di konser Bigbang kemarin. Kita masih belum memiliki complaint handling management yang baik sehingga mengeluh pun tidak akan memberi solusi. Tapi buat saya penting untuk mengeluh saat ini untuk mengingatkan diri saya sebagai konsumen bahwa standar pelaksanaan event seperti ini harus tetap ada and we should expect no less from any event organizer. Music promotor adalah bagian dari sektor industri dan kualitas adalah hal vital yang harus tetap dijaga oleh pihak-pihak terkait. Postingan saya ini bukan kemudian ingin menjatuhkan pihak-pihak tertentu, namun lebih kepada sebuah surat cinta kepada promotor musik manapun untuk meningkatkan kualitas dan mengharumkan nama Indonesia melalui pelaksanaan international event yang baik, aman dan manusiawi.


14 October 2012
Written while still wearing yesterday's crown headband.
I love Bigbang that much.     
 

0 comments:

Post a Comment