Monday, May 14, 2012

Mengenal Harry Mulisch


 Harry Mulisch
 (Picture taken from here)

Sebagai seorang pencinta buku, saya selalu menghubungkan kata kreativitas dengan pengarang novel dan karya-karya mereka. Dan di Belanda, salah satu nama yang langsung mencuat ke permukaan ketika berbicara tentang novel adalah Harry Mulisch, penulis kenamaan dengan kepribadian kontroversial yang baru saja menutup usia pada bulan Oktober 2010 lalu di usia yang ke-83. Tema utama yang sering diangkat Mulisch adalah konflik moral dan dilemma yang dihadapi pada masa perang melawan kependudukan Nazi di Belanda. Ketertarikan Mulisch terhadap isu konflik moral ini berakar pada pengalaman pribadinya semasa muda dengan Ibu Yahudi yang berjuang untuk tidak dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi dan ayah Jerman yang berusaha menyambung hidup keluarga dengan bekerja di sebuah bank yang menampung hasil rampasan perang dari orang-orang Yahudi [1].

Salah satu novel pertama yang melambungkan nama Mulisch di dunia literatur internasional adalah novel yang berjudul The Assault (diterbitkan pada tahun 1982 dengan judul asli De Aanslag), yang bercerita tentang kehidupan Anton Steenwijk setelah keluarganya yang tidak bersalah dihabisi oleh pasukan Nazi setelah mayat seorang kepala polisi bernama Fake Ploeg ditemukan di depan pintu mereka. Dihantui oleh kenangan masa kecil yang kelam, novel ini kemudian menggali lebih dalam usaha Steenwijk dalam menemukan jawaban tentang misteri di balik tragedi pembunuhan keluarganya dan perjuangan batinnya sendiri ketika menghadapi korban perang yang masih selamat dan bertahan hidup dengan membantu Nazi [2]. Novel ini diterjemahkan ke dalam lebih dari 30 bahasa dan diadaptasi ke layar lebar oleh sutradara Belanda bernama Fons Rademakers dan berhasil memenangkan Golden Globe dan Oscar untuk Film Berbahasa Asing Terbaik pada tahun 1986 [3].

Mulisch juga menulis novel berjudul The Discovery of Heaven (diterbitkan pada tahun 1992 dengan judul asli De Ontdekking van de Hemel). Buku yang dibagi ke dalam empat bagian ini bercerita tentang seorang malaikat yang diberi tugas untuk mengembalikan prasasti yang bertuliskan tentang Sepuluh Perintah Tuhan (Ten Commandments) dan dalam menjalankan tugasnya untuk memenuhi prasasti ini ke surga, sang malaikat pun mengatur takdir dan jalan hidup tiga orang manusia yang ada di muka bumi. Ketiga manusia ini kemudian harus menghadapi serentetan peristiwa sebagai konsekuensi dari hubungan sebab-akibat yang terjadi akibat campur tangan surga [4]. Buku ini menjadi buku Mulisch yang paling terkenal dan menjadi best-seller serta disebut-sebut sebagai novel terbaik yang pernah ditulis oleh penulis Belanda [1].    

Novelnya yang terakhir, Siegfried (diterbitkan pada tahun 2001, dengan judul asli De Bezige Bij) masih mengangkat tema yang sama. Menggunakan kacamata seorang penulis fiksional Belanda bernama Rudolf Hecter, Mulisch berusaha menyajikan sisi lain dari penjahat perang nomor satu, Adolf Hitler, melalui kisah satu pasangan Austria yang mengaku membesarkan anak Hitler dan Eva Braun yang selama ini disembunyikan keberadaanya.  Melalui cerita ini, Mulisch mengulik lebih rinci pertanyaan substansial mengenai justifikasi kejahatan dan hubungannya dengan karakter dasar manusia [5].  


Sumber:
1 http://www.telegraph.co.uk/news/obituaries/culture-obituaries/books-obituaries/8105824/Harry-Mulisch.html

0 comments:

Post a Comment