Saya sebenarnya tidak pernah merasa kalau diri saya lancar (fluent) berbahasa Inggris. Saya hanya merasa saya cukup mampu menggunakan bahasa Inggris (proficient) sehingga kalau sewaktu-waktu dilempar ke negara manapun yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama, ya saya masih bisa berfungsi dengan baik.
Tapi belakangan saya
memperhatikan bahwa ternyata beberapa orang menganggap saya lancar dalam
berbahasa Inggris, sehingga kemudian bertanya: "Bagaimana sih cara belajar
bahasa Inggris yang cepat, baik dan benar?" Mereka ingin tahu metode yang
selama ini saya gunakan untuk belajar bahasa - kalau tidak untuk diri mereka
sendiri, ya untuk anak-anak mereka.
Hm.
Saya sih tidak tahu apakah cara
belajar bahasa saya selama ini sudah baik dan benar, tapi saya bisa mengatakan
ini: bahwa mempelajari bahasa Inggris adalah salah satu pengalaman/proses
belajar yang paling menyenangkan buat saya. Learning English has always been
enjoyable. Kok bisa?
Pertama, saya tidak pernah
mengenyam pendidikan Bahasa Inggris formal lain selain yang saya terima di
kelas (sesuatu yang cukup sering membuat orang lain terkejut), sehingga saya
tidak menerima tekanan esktra yang umumnya dialami anak-anak yang mengikuti
kursus apa pun (dulu beberapa teman acap kali mengeluh kepada saya kalau
diomelin orangtua dengan kata-kata yang kurang lebih seperti ini: "Udah
dikursusin mahal-mahal kok yang masih segini-gini aja?!" This kinda
solidifies my opinion that learning should not be stressful)
Kedua, saya mempelajari bahasa
Inggris dengan melakukan hal-hal yang saya sukai. Contohnya?
1) Learning through music. Saya
cukup beruntung karena sejak kecil, saya berada dalam lingkungan yang
memperkenalkan saya kepada lagu-lagu berbahasa Barat. Saya tumbuh besar bersama
lagu-lagu Backstreet Boys, Boyzone, Spice Girls, Hanson sampai The Moffatts yang
kemudian membantu saya menjadi familiar dengan kata-kata dan struktur bahasa
yang digunakan dalam bahasa Inggris (sesuatu yang, saya yakin, langsung diamini oleh teman-teman
SD-SMP saya dulu di Lhokseumawe). It was fun learning language while singing
along the love songs. Apalagi, berbeda dengan lagu sekarang yang umumnya
menggunakan bahasa njelimet dan sedikit 'nyerempet', lagu-lagu tahun 90an
umumnya romantis dan menggunakan bahasa yang mudah ditangkap di telinga dan
gampang dilafalkan oleh mulut.
(The ultimate BSB song: "As Long As You Love Me" What can be learned from this?
"As...as artinya se.../ as long as you love me berarti sepanjang kau mencintaiku.." *aih*)
Ketika duduk di bangku SMA,
kebiasaan belajar via musik ini pun berlanjut dengan kegemaran saya
mendengarkan lagu sambil menangkap lirik dan mencatatnya di kertas/buku harian
(sesuatu yang pasti lucu kedengerannya untuk anak-anak jaman sekarang:
"Emang nggak ada Google, Kak?" "Nggak Dek. Dulu tinggalnya masih
di gua."
2) Learning through movies.
Ketika duduk di bangku kuliah, menonton film/serial drama barat menjadi
kegiatan favorit saya untuk mengisi waktu luang (social life be damned!) dan
saya pun menemukan media belajar bahasa yang baru. Saya membiasakan diri untuk
menonton film dengan menggunakan teks bahasa Inggris (English Subtitle) untuk
menuntun saya mencocokkan kata yang diucapkan dengan kata yang terpampang di
layar. I learned conversational English mostly in this way - bagaimana cara
mengucapkan kata, dalam konteks apa kalimat sebaiknya digunakan, bahasa gaul
yang digunakan dan sebagainya dan sebagainya. As I said: fun.
3) Learning through books.
Membaca buku adalah cara menyenangkan lain yang saya gunakan untuk belajar
bahasa Inggris. Saya memberanikan diri untuk membaca novel berbahasa Inggris,
memberi garis bawah pada kata-kata dalam bahasa Inggris yang tidak saya pahami
sebelum kemudian saya cari artinya dan saya baca ulang kembali kata/kalimat
tersebut sampai saya paham: "Oh maksudnya ini toh"
Novel berbahasa Inggris pertama
yang saya beli adalah novel The Green Mile Part 5: Night Journey karangan
Stephen King yang tidak sengaja saya temukan di salah satu toko bekas. Kalau
ada yang membuka buku itu sekarang pasti akan kaget karena hampir semua kata
dalam buku tersebut saya garisbawahi ("lha wong nggak ngerti") dan
saya beri arti. Saya membaca buku tersebut sampai tiga kali sebelum akhirnya
benar-benar paham inti ceritanya. It was hard work, I almost gave up many times
(I got bored pretty easily) but it was really worth it in the end. Not to
mention, it's a Stephen King novel: thriller at its finest.
More information on this book here |
Saya masih melakukan semua hal di
atas sampai sekarang, termasuk menggarisbawahi kata yang tidak saya ketahui di
buku yang sedang saya baca (tidak sebanyak novel The Green Mile dulu tapi
selalu ada satu-dua kata yang tidak bisa benar-benar saya tangkap artinya).
(Catatan kecil yang saya buat di salah satu halaman buku terbaru yang sedang saya baca: Casual Vacancy by JK Rowling) |
Lucunya, ketika saya menunjukkan
buku saya kepada orang-orang yang bertanya tentang cara belajar bahasa Inggris
tadi, beberapa orang sempat berkomentar: "Wah repot ya. Yang cara cepat nggak
ada ya?"
Hm.
Here's another thing I know about
learning something. Selain prosesnya harus dibentuk dengan cara semenyenangkan
mungkin, it's also an ongoing process. Tidak pernah berhenti sampai kapan pun -
tidak ada target yang harus dikejar dan tidak ada nilai yang harus dicapai.
Saya selalu berkata begini kepada teman-teman saya yang bertanya bagaimana cara
mengajarkan sesuatu kepada anak-anak mereka (iya saya suka sok tahu padahal
belum punya anak. Tapi ditanyain terus sih. Masak dicuekin? Terpaksa sok tahu. Toh
punya pengalaman jadi anak)
"Learning is a habit. Jangan
menjadikan belajar sebagai sebuah beban. Jadikan belajar sebagai sebuah
kebiasaan baik yang diperoleh anak dengan melakukan hal-hal yang mereka
senangi."
...
Cieh. Bijaksana amat, Dith.
Cheers!
0 comments:
Post a Comment